Wednesday, October 3, 2012

Mengapresiasi Drama sebagai Karya Sastra

Jika sebelumnya telah ditegaskan bahwa drama bukan sekedar pementasan, tetapi drama juga merupakan suatu karya sastra, kali ini kita akan mengetahui apa itu apresiasi drama sebagai karya sastra dan bagaimana cara mengapresiasinya. Check it out!

Mengapresiasi Drama berarti memberikan penilaian terhadap kualitas drama tersebut, tetapi mengapresiasi Drama sebagai Karya Sastra berarti memberikan penafsiran dan penilaian terhadap kualitas karya sastra (dalam hal ini naskah drama) berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang kritis dari pembaca.
  
Pengalaman akan diperoleh saat pembaca mengapresiasi naskah drama tersebut. Pengalaman inilah yang akhirnya digunakan dan dihubungkan dengan keadaan sebenarnya di luar drama, yaitu dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat ditemukan suatu perubahan nilai-nilai dalam diri pembaca. Hal ini jelas menekankan bahwa nilai sebuah drama tidak lagi ditentukan melalui pementasannya, tetapi ditentukan oleh proses apresiasi pembacanya.

Proses mengapresiasi drama sebagai karya sastra membutuhkan berbagai aspek, bukan saja untuk memahami maksud dan pesan pengarang/penulis naskah, tetapi juga memahami bagaimana pengarang secara estetik menyampaikan maksud dan pesannya itu.

Banyak teori yang digunakan dalam mengapresiasi drama sebagai karya sastra. Salah satu teori yang terkenal dan paling banyak digunakan adalah Struktur Dramatik Aristoteles. Teori ini memuat rumusan tentang karya sastra drama yang baik, yaitu karya sastra drama yang memilki alur cerita berbentuk piramida, diawali dengan unsur eksposisi, dilanjutkan dengan komplikasi, memuncak pada klimaks, menurut kembali pada resolusi, dan berakhir pada konklusi atau kesimpulan.



Sebenarnya, semua karya seni adalah pengetahuan intuitif karena maknanya hanya dapat dipahami melalui pikiran, perasaan, dan khayalan sekaligus, dengan kata lain disebut intuisi. Namun, ketiga hal tersebut tidak selalu sejalan dan seimbang, Terkadang, orang-orang memahami sebuah karya melalui perasaan mereka yang lebih menonjol, pikiran mereka yang lebih terbuka, ataupun khayalan mereka yang lebih luas.

Maka dari itu, sastra drama sebagai bagian dari seni peran telah melalui proses intuitif sang sutradara. Naskah drama tentunya telah diolah dalam bentuk penafsiran, pemotongan cerita yang kurang mendukung, atau penambahan dialog yang mungkin relevan dan tidak menyimpang dari ide cerita. Karya sastra drama betul-betul dihadapi dalam keutuhan naskah drama, tidak bisa ditambah maupun dihilangkan.

0 comments:

Post a Comment